Gue Dirga, CEO Uraga Digital Agency. Udah lima tahun gue jalanin agency ini, mulai dari Malang sampai buka tim di Jakarta. Sekarang tim kami udah 40-an orang dan dipercaya lebih dari 300 brand.
Selama itu, satu hal yang paling sering gue lihat:
banyak brand salah paham soal cara kerja agency digital.

Bukan karena mereka nggak ngerti marketing, tapi karena ekspektasi dan mindset-nya belum nyambung. Agency itu bukan tukang ads, bukan juga “tenaga bantu konten”. Kami partner yang bantu nge-handle satu bagian penting dari sistem bisnismu: marketing.
Dan kalau cara kamu ngelihatnya salah, hasilnya juga pasti nggak maksimal.
Artikel ini bahas lima kesalahan paling umum yang sering terjadi saat brand kerja sama dengan agency — plus insight praktis biar kamu nggak ngulang kesalahan yang sama.
1. Menganggap Agency Itu Tenaga Tambahan, Padahal Business Process Outsource
Banyak brand mikir agency itu kayak tim tambahan inhouse. Padahal agency digital yang baik bukan cuma eksekutor, tapi bagian dari proses bisnis yang kamu outsource secara strategis.
Kalimat “pokoknya sales naik ya, tapi kita cuma mau jalan konten organik” tuh sering banget kedengeran. Ya mana mungkin. Konten organik penting buat awareness, tapi kalau targetnya omzet, kamu butuh sistem lengkap:
- Campaign & funnel
- Ads & conversion tracking
- CRM dan retensi pelanggan
Di Uraga, kami selalu mulai dengan breakdown kebutuhan utama klien:
- Target realistis 3 bulan ke depan apa
- Channel paling efektif buat capai target itu
- Masalah utama: awareness, offer, atau retensi
Dari situ baru strategi disusun. Karena kerja agency yang efektif bukan soal banyaknya konten, tapi sales yang tumbuh karena prosesnya benar.
Baca juga:
👉 Kesiapan Brand untuk Pemasaran Digital
2. Pengen Hasil Instan, Padahal Marketing Itu Proses
Banyak brand pengen hasil cepat, padahal marketing itu maraton, bukan sprint.
Bulan pertama adalah fase riset, tes creative, dan pengumpulan data.
Biasanya hasil baru kelihatan stabil di bulan ketiga — setelah data cukup untuk pengambilan keputusan yang akurat.
Layaknya leadership: kalau kamu bangun tim tapi nggak mau kenal partner kerjamu, hasilnya nggak akan maksimal. Agency juga manusia, sama seperti karyawanmu. Kolaborasi yang sehat butuh waktu dan komunikasi dua arah.
Di Uraga, kami selalu bilang: bulan pertama itu investasi.
Kalau kamu sabar di depan, kamu bakal panen di belakang.
Baca juga:
👉 Pilih Tim Inhouse atau Agency: Manakah yang Tepat untuk Bisnis Anda?
3. Nggak Tahu Beli Apa, Tapi Berharap Hasilnya Ajaib
Banyak brand beli paket tanpa tahu tujuannya.
Beli paket branding tapi berharap sales langsung naik.
Beli paket ads tapi belum punya identitas brand.
Padahal setiap layanan punya peran berbeda:
- Branding: membangun persepsi
- Performance: mendorong konversi
- CRM: mempertahankan pelanggan
Kalau kamu belum tahu posisi brand di funnel mana, strategi marketing bakal campur aduk.
Di Uraga Digital Agency, kami bantu mapping funnel dulu sebelum klien ambil paket. Supaya jelas apa yang dibayar, apa yang diukur, dan apa yang ingin dicapai.
Marketing yang sehat bukan soal banyak aktivitas, tapi aktivitas yang sesuai fase bisnis.
Baca juga:
👉 Brand Positioning Killer: Strategi Menang Tanpa Inovasi Radikal
4. Salah Pilih Agency — Nggak Cocok Culture dan Spesialisasi
Setiap agency digital punya gaya dan fokus berbeda. Ada yang kuat di branding, ada yang spesialis performance, dan ada yang hybrid kayak Uraga lewat pendekatan Brandformance — gabungin keduanya.
Masalahnya, banyak brand milih agency cuma karena harga lebih murah atau rekomendasi teman.
Padahal kalau culture-nya nggak nyambung, komunikasi bisa berantakan.
Misalnya:
- Kamu brand FMCG tapi pilih agency yang biasa ngerjain fashion
- Kamu butuh struktur data, tapi agency-nya nggak punya kebiasaan reporting
Akhirnya bukan salah siapa-siapa, cuma salah pilih partner.
Kalau mau kolaborasi jangka panjang, pastikan value, ritme, dan cara kerja kalian nyatu.
Baca juga:
👉 Digital Agency Terbaik di Malang: Kenapa Harus Memilih Uraga?
5. Kurang Komunikasi dan Data Sharing
Ini kesalahan yang paling sering bikin strategi gagal total.
Agency nggak bisa kerja maksimal tanpa data dari brand.
Banyak klien yang nutupin info penting kayak margin produk, top product, atau retensi pelanggan — padahal itu bahan bakar utama buat bikin strategi efektif.
Tanpa data, agency cuma bisa nebak. Dan tebakan nggak bakal menang lawan algoritma.
Di Uraga, kami selalu minta akses minimal ke:
- Data revenue dan cost
- Performance tiap channel
- Insight pelanggan
Tujuannya bukan buat kepo, tapi supaya strategi yang dibangun sesuai realitas, bukan asumsi.
Komunikasi terbuka dan data sharing bikin kerja bareng jauh lebih cepat, akurat, dan berdampak.
Bagaimana Uraga Digital Agency Membangun Ekosistem Klien
Di Uraga, kami nggak cuma bikin konten atau iklan. Kami bangun ekosistem.
Kami develop landing page builder sendiri, jadi klien nggak perlu repot bikin website dari nol.
Kami bantu akuisisi affiliator, karena Uraga adalah MCN Partner TikTok resmi.
Kami juga bantu distribusi konten lewat jaringan akun internal kami.
Tujuannya sederhana: biar brand punya sistem marketing yang nyambung dari hulu ke hilir — dari awareness, conversion, sampai retention.
Baca juga:
👉 Uraga: Digital Marketing Agency Malang Terdepan untuk Pertumbuhan Bisnis Anda
👉 Strategi Digital Marketing Berbasis Video yang Efektif di Era Mobile
Kesimpulan: Kerja Bareng Agency Itu Investasi Sistem
Kerja sama dengan agency bukan soal beli jasa, tapi investasi jangka panjang dalam sistem bisnis.
Agency yang bagus bukan cuma fokus pada konten atau iklan, tapi bantu kamu bangun fondasi bisnis yang kuat dan tahan lama.
Brand yang ngerti cara kerja agency biasanya tumbuh lebih stabil dan efisien.
Kalau kamu lagi nyari agency digital terbaik yang ngerti proses dan bisa bantu scaling bisnis dengan pendekatan Brandformance, ngobrol aja dulu sama tim Uraga.
Nggak harus langsung kerja bareng — ngobrol dulu aja, siapa tahu cocok.

